FTB UTS

FTB UTS
Bioteknologi Universitas Teknologi S

Rabu, 18 Desember 2013

Artikel Pendidikan Karakter Bangsa

Pendidikan Karakter Cermin Karakter Ku, Karakter Mu dan Karakter Bangsa

Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dan dialog di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, tawuran pelajar dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, Undang-Undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.
Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Oleh karena itulah pendidikan karakter bangsa diharapkan dapat memberikan perubahan pada karakter bangsa Indonesia.
  Pendidikan Karakter, berasal dari dua kata yakni Pendidikan dan Karakter. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan karakter merupakan ciri khas yang dimiliki oleh individu atau seseorang. Dapat juga diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Secara psikologis, karakter bermakna kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Karakter adalah perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Jadi, Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Pendidikan karakter sangat penting bagi negara Indonesia untuk membangun karakter bangsa. Berbagai fenomena sosial budaya yang sampai saat ini masih terjadi di masyarakat dirasakan sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Menerobos lampu lalu lintas, melanggar aturan sekolah, tidak mau menghargai orang lain, narkoba, tawuran pelajar, merupakan sebagian contoh perilaku negatif yang masih sering terjadi.
Pendidikan karakter juga berperan penting untuk mewujudkan fungsi maupun tujuan dari pendidikan nasional. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk itulah mengapa pendidikan karakter menjadi sangat penting dalam membentuk karakter bangsa dan sebagai cermin dari karakter bangsa Indonesia.
 Pendidikan karakter merupakan bagian dari upaya pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Pembangunan SDM merupakan hal yang sangat penting, tidak kalah dengan pembangunan di bidang lain. Kemajuan dan perkembangan pembangunan akan berjalan timpang bahkan dapat menimbulkan masalah bila tidak didukung dengan SDM yang berkualitas dan berkarakter.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan  keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Secara umum kegiatan pendidikan karakter dapat dilaksanakan dalam empat ranah. Pertama, pengembangan karakter melalui kegiatan belajar di dalam kelas. Ranah kedua, memadukan pendidikan karakter dengan aktivitas ko-kurikuler yaitu kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, Ranah ketiga ditautkan dengan kegiatan ektrakuriluler semisal pramuka, olahraga, dan karya tulis di sekolah. Ranah keempat, pendidikan karakter melibatkan wali murid dan masyarakat sekitar untuk ikut membangun pembiasaan yang selaras dengan yang dikembangkan di sekolah.
Namun harus kita akui bahwa hingga kini sekolah yang merupakan tempat kedua dimana  anak mengisi waktunya merupakan institusi yang memiliki tugas penting yaitu bukan hanya untuk meningkatkan penguasaan informasi dan teknologi dari anak didiknya tetapi ia juga bertugas dalam pembentukan kapasitas individu yang bertanggungjawab serta memiliki karakter moral yang baik. Akan tetapi sering kali sekolah pun gagal dalam menjalankan fungsi keduanya yaitu menghasilkan peserta didik yang memiliki kualitas karakter yang baik. Sekolah pada umumnya masih dominan menggarap pendidikan karakter di lingkungan kelas dan seputar halaman sekolah. Padahal pembudayaan dan pembiasaan karakter, selain dikembangkan di dalam kelas harus dikembangkan melalui budaya sekolah, kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler, serta dalam kegiatan keseharian di rumah.
Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa di seolah adalah berkelanjutan, melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah, nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan, dan dilaksanakan melalui proses belajar aktif dan efektif.
Pendidikan karakter harus masuk dalam setiap aspek kegiatan belajar-mengajar di ruang kelas, praktek keseharian di sekolah, dan terintegrasi dengan setiap kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, Pecinta Alam, Olahraga, Palang Merah, dan Karya Tulis Ilmiah. Setelah itu setiap siswa diharapkan mampu menerapkannya di rumah dan lingkungan sekitarnya. Semua aspek pendidikan mulai dari ruang kelas hingga lingkungan tempat tinggal harus tetap berkesinambungan dalam menjaga nilai-nilai pendidikan karakter.
Keselarasan dan kesatuan (holistis) antara olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa/karsa merupakan aspek penting dari pendidikan karakter. Olah pikir dan olah hati yang mencakup proses intrapersonal merupakan landasan untuk mewujudkan proses interpersonal berupa olah raga dan olah rasa/karsa. Guru dapat mentransformasikan logika berpikir dan laku spiritual kepada para murid dibarengi dengan pengawasan terhadap tingkah laku (amanah) dan jaringan sosial (tabligh) yang tengah dilakoni oleh mereka.
Secara ringkas, olah pikir mencakup unsur cerdas dan kreatif, olah hati mencakup jujur dan bertanggung jawab, olah raga dapat berwujud sikap disiplin dan cinta kebersihan, serta olah rasa/karsa mencakup sikap peduli dan suka menolong.
Di sekolah perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui program pengembangan diri, budaya sekolah dan sebagainya.
Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah, yaitu melalui kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, keteladanan, maupun pengkondisian sekolah tersebut.
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara bendera, beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdo’a pada waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu ialah membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh. Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olahraga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
Selain itu, guru sebagai panutan bagi para peserta didiknya dalam proses belajar-mengajar seorang guru harus mampu bersahabat dengan para peserta didik mereka. Seorang guru harus dapat mengerti bagaimana karakter para peserta didik. Hal ini, agar dapat memudahkan dalam membentuk karakter yang baik dari peserta didik mereka. Selain itu, dalam proses pembelajaran seorang guru di tuntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan paradigma pendidikan dalam proses belajar mengajar agar dapat menciptakan suasana belajar yang efektif seiring dengan berkembangnya teknologi informasi yang mendunia. Proses belajar-mengajar yang efektif tersebut hanya dapat dilakukan oleh para guru yang profesional. Karakteristik guru efektif adalah memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim kelas, strategi manajemen, pemberian umpan balik dan penguatan dan kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri.
Perubahan paradigma pendidikan dari pengajaran tradisional (traditional learning) menuju pengajaran baru (new learning) dapat ditangkap pada perubahan fokus pendidikan dari guru kepada murid, monolog menjadi dialog, singlemedia menjadi multimedia, kerja individu menjadi kerja kelompok, perolehan pengetahuan tidak hanya dari pengajaran tetapi lebih pada pengalaman, dan perubahan pendekatan terhadap murid dari tekanan (tuntutan) menjadi dorongan (motivasi).  Selain itu juga diperlukan kreativitas dan sumber bahan yang kaya serta pengalaman guru dalam membuat model-model yang tematis juga sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antarkelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku disuatu sekolah.
Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.
Namun semua tidak semudah membalik telapak tangan dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah. Nyatanya pendidikan karakter yang sudah diterapkan selama sepuluh tahun ini hasilnya baru terlihat sekian persennya saja.
Sebenarnya apa yang membuat lemahnya nilai-nilai pendidikan karakter pada diri seorang? Faktor yang menyebabkan lemahnya pendidikan karakter pada diri kita ialah karena kebiasaan yang sudah mendarah daging pada diri kita. Kebiasan tersebut meliputi kebiasaan kita memperlakukan dri sendiri, seperti meremehkan waktu, suka menunda pekerjaaan, kebiasaan meminta, stress, menganggap berat setiap masalah, pesimis terhadap diri sendiri, terbiasa mengeluh, merasa paling hebat, meremehkan orang lain, dan takut berubah. Hal-hal inilah yang melekat pada diri seseorang mengapa kita cenderung sulit untuk menerima nilai-nilai pendidikan karakter.
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa pendidikan karakter di sekolah kita masih perlu perbaikan. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku siswa sendiri. Membuang sampah sembarangan, datang terlambat, bolos, perkelahian antar siswa, merokok di lingkungan sekolah, menyontek, tidak berdo’a setiap memulai dan mengakhiri belajar jika tidak di suruh oleh bapak maupun ibu guru, tidak menghargai antar sesama siswa dan tidak menaati tata tertib sekolah, merupakan bukti bahwa pendidikan karakter di sekolah kita ini masih lemah. Bahkan tidak hanya itu, rasa hormat seorang siswa terhadap ibu dan bapak guru di sekolah juga kurang. Seperti contoh kasus seorang siswa yang mengucapkan kata-kata kotor kepada gurunya hanya karena gelangnya diambil oleh gurunya.
Lalu siapakah yang bertanggungjawab atas lemahnya pendidikan karakter di sekolah kita? Apakah semuanya adalah tanggungjawab bapak dan ibu guru kita? Tentunya hal ini adalah tanggungjawab bersama semua masyarakat sekolah. Baik siswa maupun guru harus bertanggungjawab atas lemahnya pendidikan karakter di sekolah kita ini.  Dan mulai sekarang kita sebagai masyarakat sekolah harus saling berkolaborasi meningkatkan pendidikan karakter di sekolah kita. Bapak dan ibu guru sebagai panutan kita harus memberikan contoh yang baik kepada para peserta didiknya. Kemudian tugas kita sebagai siswa harus saling mengingatkan dan menasehati disaat kita maupun teman-teman kita yang melakukan tindakan yang melanggar aturan. Dan semua masyarakat sekolah bersama-sama kita merealisasikan dan mengintensifkan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa seperti yang telah di jelaskan di atas.
Dalam penerapan pendidikan karakter paling tidak ada 13 karakter utama yaitu jujur, bertanggung jawab, dapat dipercaya, peduli, berintegritas, rajin, hati-hati, taat, pengampun, teratur, menghargai orang lain, bekerjasama, dan bersahabat. Beberapa hal karakter negatif yang harus dihindari  adalah  marah tanpa alasan, pendendam, iri hati, egois, dan sombong. Kelima karakter negatif tersebut harus dieliminir sejak dini dalam pendidikan yang dapat dilakukan di keluarga, di sekolah, dan di masyarakat. Untuk menghindari karakter negatif tersebut, anak dapat belajar dari  kehidupannya seperti yang dikatakan oleh Dorothy Law Notice yakni:
Ø  Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakukan, ia belajar keadilan.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Ø  Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Dalam konteks pendidikan karakter, seyogyanya siswa diarahkan memiliki karakter yang abadi dan universal seperti kejujuran, kedisiplinan, menghargai pluralisme, mempunyai empati dan simpati. Semua aspek ini akan sangat menunjang kesukseskan siswa kelak di masa mendatang. Mana mungkin seseorang akan berhasil di dalam kehidupan jika setiap berkomunikasi selalu menyakiti orang lain? Maka dari itu, untuk menggapai sukses, bermodal kepandaian intelektual saja tidak cukup. Kepintaran hanya berkontribusi 20 persen dari keberhasilan seseorang, selebihnya, 80 persen amat ditentukan oleh sederet potensi-potensi yang berkait dengan karakter.
Pendidikan karakter setidaknya dapat dilaksanakan melalui dua cara yaitu melalui proses intervensi dan pembiasaan (habituasi). Proses intervensi dikembangkan dan dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Dalam proses pembelajaran tersebut guru sebagai pendidik yang mencerdaskan dan mendewasakan dan sekaligus sebagai sosok panutan.
Sementara itu, lewat proses pembiasaan diciptakan dan ditumbuhkembangkan aneka situasi dan kondisi yang berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, di rumah, dan di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang diharapkan. Siswa juga didorong untuk menjadikan perangkat nilai yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi melalui proses olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa dan karsa itu sebagai karakter atau watak. Inilah proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai yang dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis.
Oleh karena itulah, pendidikan karaktek bukan hanya semata-mata tanggungjawab dari sekolah saja. Keluarga dan masyarakat juga merupakan faktor dalam pembentukan karakter seeorang. Keluarga merupakan orang terdekat bagi seseorang, dan karakter seeorang tersebut dapat terbentuk tidak hanya dari sekolah saja melainkan keluarga dan lingkungan masyarakat dapat membentuk karakter baik pada diri seseorang.
Dan tantangannya sekarang adalah bagaimana kita mengolah pendidikan karakter ini agar masuk ke sanubari kita sebagai peserta sehingga kita menjunjung tinggi dan menerapkan empat pilar bangsa, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal tersebut tentu membutuhkan kesungguhan, kerja keras, dan proses panjang untuk mewujudkannya.
Akan tetapi satu catatan kecil yakni bagaimanapun orang lain berusaha merubah karakter kita jika kita tidak mau merubahnya maka usaha orang tersebut hanya akan sia-sia.  Jadi , kinilah saatnya untuk kita berubah. Merubah hal negatif pada diri kita menjadi hal positif yang bermanfaat dan berguna, agar tujuan dari pendidikan karakter dapat diwujudkan. Harapannya, di masa mendatang, kita bisa membuat orang tua kita dan warga bangsa bisa duduk tenang bahkan berbangga, manakala menyaksikan tampilnya kita sebabai generasi penerus yang berkarakter kuat dan sanggup menghadapi tantangan zaman mengharumkan nama bangsa. Untuk itulah pendidikan karakter sebagai cermin karakterku, karaktermu, dan karakter bangsa.